Langsung ke konten utama

[Ulasan Buku] Gallagher Girls #3: Jangan Menilai Cewek dari Penyamarannya



Sumber gambar: goodreads.com
Judul: Gallagher Girls #3: Jangan Menilai Cewek dari Penyamarannya (Don’t Judge A Girl by Her Cover)
Pengarang: Ally Carter
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Oktober 2016 (pertama terbit: Hyperion, 2009)


Blurb
Mata-mata punya penyamaran untuk setiap kesempatan. Mata-mata hebat bisa berubah jadi orang yang berbeda dalam sekejap.
Sejak dulu Cammie Morgan sudah tahu fakta itu. Tetapi baru semester ini Cammie benar-benar menyadari bagaimana mata-mata harus mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata di luar dinding-dinding tinggi mansion Gallagher.
Cammie dan teman-temannya di kelas sebelas memang sudah dipersiapkan dengan baik oleh Akademi Gallagher, terutama sejak Mr. Solomon membawa mereka menyusuri lorong bawah tanah menuju Sublevel Dua dan mengajari mereka cara menyamar sebaik mungkin. Tapi Cammie harus mempelajari sendiri salah satu pelajaran terpenting dalam hidup mata-mata: bahwa kau nggak bisa menilai seseorang dari penyamaran yang mereka kenakan ... terutama kalau itu menyangkut Zach.
***


Sebagian seri Gallagher Girls telah diterbitkan versi bahasa Indonesia-nya oleh GPU. Empat buku awal sudah keluar dengan sampul baru dan dua buku akhir akan segera terbit (dijadwalkan April 2017). Berikut daftar judulnya:
#1: Aku Mau Saja Bilang Cinta, tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu (I’d Tell You I Love You, but then I’d Have to Kill You) (baca ulasanku di sini)
#2: Sumpah, Aku Mau Banget Jadi Mata-Mata (Cross My Heart and Hope to Spy) (baca ulasanku di sini)
#3: Jangan Menilai Cewek dari Penyamarannya (Don’t Judge A Girl by Her Cover)
#4: Cuma yang Lihai yang Bisa Jadi Mata-mata (Only the Good Spy Young)
#5: Out of Sight, Out of Time
#6: United We Spy

Aku suka sekali dengan seri ini. Untuk seri kontemporer remaja, ini favoritku.
Ceritanya sangat beda. Tokoh utamanya, Cameron Morgan, anak dari dua mata-mata hebat. Ayahnya meninggal dalam tugas dan kini ibunya menjabat sebagai kepala Akademi Gallagher Girl, sekolah mata-mata khusus perempuan, tempat Cammie sedang menimba ilmu bersama teman-teman sekamarnya, Rebecca Baxter—anak dari pasangan MI6, Elisabeth Sutton—jagoan fakta, Macey McHenry—anak senator dan ternyata keturunan terakhir mata-mata perempuan pertama pendiri sekolah mereka.

Seri ini tak berfokus pada romance. Mengedepankan kekerenan mata-mata serta pelajaran kelas dan penerapan lapangannya. Mengusik soal kehangatan keluarga. Juga, keeratan persahabatan. Bumbu romance-nya diberikan pas dan memang membuat cerita berjalan dan semakin berkembang.


Kali pertama aku membaca buku ketiga, aku memberi 4 bintang. Kali ini, kurasa layak mendapat lebih! Sungguh.
Seperti biasa, ada banyak twist dan disajikan dengan baik; tidak dipaksakan dan jelas mengejutkan.
Jika di dua buku sebelumnya kisah Cammie berfokus pada pelajaran sekolah mata-matanya serta penerapan langsung, yakni soal pengintaian dan antipengintaian, di buku ketiga kisah Cammie sudah merambah dunia luar. Bagaimana murid Akademi Gallagher Girl ketika berhadapan langsung dengan masalah—masalah sungguhan, bukan mengintai Josh-si-penduduk-sipil-manis.

Pada akhir liburan musim panas, Cammie menemai Macey yang perlu ikut dalam kampanye politik orangtuanya di Boston. Sementara teman sekamar mereka yang lain, Liz dan Bex, tak bisa datang. Bagi Macey, kampanye politik jelas bukan hal favoritnya. Namun, kejadian di Boston bahkan kemudian membuatnya harus didampingi seorang agen Dinas Rahasia.
Di Boston, di atap gedung, tiga orang turun dari helikopter dan berusaha menculik Macey.

Kejadian itu mengguncang Cammie yang juga berada di sana. Mereka memang berhasil kabur sebelum tertawan, tapi cedera fisik dan psikis tentu mengganggu. Cammie tak tahu kenapa hanya Macey yang diincar, bukannya Preston si anak calon presiden. Yang Cammie tahu, dia merasa pernah melihat emblem cincin yang dipakai salah satu pelaku. Dan kata ibu serta bibinya, orang-orang itu bukan tipe yang melakukan kesalahan dengan menunjukkan cincin.
Memang sengaja. Mereka ingin diketahui.
Bisa jadi, bukan hal baik mengetahuinya.


“Dan mungkin ada beberapa hal ... yang seharusnya nggak kita tahu.” – Bex


Karena sudah pernah baca, aku ingat, sih, siapa wanita itu. Dari kelompok mana para penculik itu.
Tapi.
Aku benar-benar lupa soal “sesuatu” tentang penculikan itu! Ketika di akhir dilempari twist itu..., argh!
Waktu awal aku ada rasa-rasa ke arah sana (mungkin juga karena tanpa kusadari aku ingat), tapi aku menolak. Aku percaya saja pada apa yang mata-mata hebat ini percayai.

Membaca ini, aku jadi mengingat kekecean Zachary Goode. Si anak sekolah mata-mata khusus laki-laki. Yang mencium Cammie di tengah sekolah musim semi lalu (di buku dua) dan kini Cammie merasa Zach tidak lagi tertarik padanya. ((Duh, Cam..., sebenarnya Zach begitu karena....))
Beberapa kali Cammie datang ke kampanye politik dan ikut mengawasi keselamatan Macey walaupun sudah dilarang keras oleh bibinya dan Zach. Kenapa Zach marah ketika mendapati Cammie lagi-lagi terlihat di luar sekolah sementara Zach sendiri, anehnya, juga ada di sana (dengan penyamaran yang awalnya tak terlihat oleh Cammie)?


“Aku seseorang yang nggak punya apa pun sehingga nggak bisa kehilangan apa pun.” – Zach


Ketika Macey tahu alasan dia diincar, dia terluka. Dia baru tahu fakta bahwa dia keturunan Gillian. Dan dia merasa, sekolah mata-mata ini menerimanya hanya karena itu. Macey lari membawa dua penyamaran, meninggalkan sekolah. Meninggalkan teman-temannya. Meninggalkan agen penjaganya. Meninggalkan semua keamanan semu.


“Kadang seseorang lari ... untuk melihat apakah kau akan mengejar mereka.” - Mr. Solomon




Menurutku reaksi Macey manusiawi sekali. Tidak juga berlebihan. Dikelilingi teman-teman yang terus membuktikan bahwa mereka akan menjadi mata-mata hebat, Macey merasa tak bisa apa-apa dan tak memiliki kemampuan. Tanpa bakat. Hanya darah.
Kejadian ini juga sebagai salah satu bukti Carter penulis cerdas dan dia merencanakan plot secara matang. Kaburnya Macey ini tidak terlacak hingga berhari-hari, padahal bisa dibilang CIA turun tangan. Ini membuktikan dia memang layak bersekolah di sana.


Namun, setelah Cammie, Bex, dan Liz berhasil menemukannya, kejutan datang. Orang tak diundang. Penculik itu kembali. Lalu, “sesuatu” yang tadi kusebut!
Alasannya masih misteri. Sepertinya akan dikuak di buku keempat. ((Aku lupa)) ((Alasannya apa saja aku tak yakin))

Buku ketiga ini jelas menyuguhkan kisah remaja calon mata-mata dengan segala keseruan dunianya. Dunia mata-mata. Dunia remaja.
Banyak kejutan bertaburan. Adegan aksi yang cukup menegangkan juga dituliskan secara baik. Seolah aku berada di tengah pertarungan. Kisahnya mengalir dari sudut pandang orang pertama; Cammie. Terasa lebih nyata lewat tambahan komentarnya mengenai hal tertentu dan bukan inti yang sedang dibahas. Leluconnya menghibur. Persahabatannya menghangatkan. Mereka menjaga satu sama lain. Juga, menjaga kerahasiaan persaudaraan Gallagher.
Dan jangan lupa, ada Zach yang ... keren..., tapi menyimpan misteri.


Cammie: Kenapa aku merasa aku nggak bisa memercayaimu lagi?
Zach: Karena Akademi Gallagher Girl nggak menerima murid bodoh.