Judul: Gallagher
Girls #1: Aku Mau Saja Bilang Cinta, tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu (I’d
Tell You I Love You, but then I’d Have to Kill You)
Penulis: Ally Carter
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama
ISBN: 9786020334929
Tanggal terbit: 31
Oktober 2016 (cetak ulang, cover baru)
Cameron Morgan bersekolah di
Akademi Gallagher. Penduduk Roseville mengira AG adalah sekolah khusus
perempuan dari keluarga kaya. Tapi sebenarnya, ada rahasia di balik dinding
mereka.
Ini sekolah untuk calon
mata-mata.
Pelajarnya genius, andal
kemampuan berpikir serta fisiknya.
“Macey. Aku tahu ini pasti membuatmu syok. Tapi kami benar-benar sekolah untuk wanita muda berbakat. Kelas-kelas kami sulit. Kurikulum kami unik.” –Rachel Morgan
Tahun ini, mereka kedatangan
seorang guru baru—yang kalau merujuk pada Cammie, mampu membuat James Bond dan
Indiana Jones rendah diri—pria keren, Joe Solomon. Selain guru baru, ada murid
baru, Macey McHenry. Macey yang agak tak tahu etika dan kerap membuat Bex ingin
memukulnya, bergabung dengan Cammie di kamar empat orang.
Cammie, Macey, Bex? Satu lagi,
Liz. Berikut sedikit deskripsi mereka.
Cammie – Nama sandi: Bunglon, anak dari mantan mata-mata; ibunya kini menjadi kepala sekolah AG, ayahnya meninggal dalam tugas.
Bex – Nama sandi: Duchess (tapi menolak nama ini), British (tapi tentu bisa menirukan aksen Inggris Amerika dengan baik), paling ingin main fisik diantara mereka.
Liz – Nama sandi: Kutu Buku, “kurus seperti peri”, rajin sejenis Hermione Granger.
Macey – anak baru, anak senator, ternyata masih punya darah Gillian Gallagher (pendiri AG lebih dari seratus tahun lalu), modis.
Tiga sahabat yang kini memulai
kelas sepuluh mereka, menghadapi kelas Operasi Rahasia untuk pertama kalinya.
Kelas ini diajar oleh Mr. Solomon (dengan segala kekerenannya—ehm, keren
pelajarannya, maksudku). Kelas lapangan pertama mereka adalah mengintai Smith
(salah satu guru mereka) di karnaval Roseville. Tiga sahabat yang ditunjuk
untuk melakukan, sementara 11 teman sekelas lainnya mengamati dari van es krim.
“Misi kalian adalah mencari tahu apa yang diminum Mr. Smith bersama funnel cake itu.” –Joe Solomon
Saat itu, Cammie yang seharusnya
tak terlihat, disapa seorang laki-laki seusianya, 15 tahun, perpaduan George
Clooney muda dan Orlando Bloom (mudah tersenyum manis, rambut bergelombang).
“Jadi dia (Josh) melihatmu! Cammie, tak seorang pun melihatmu saat kau nggak ingin dilihat.” –Elisabeth Sutton (Liz)
Jelas Josh membuat tiga sahabat
penasaran (terkhusus Cammie, karena lelaki itu berlaku supermanis). Bagaimana
bisa? Apakah Josh berbahaya?
Mereka sepakat untuk menyelidiki
dahulu. Jika menemukan ada yang aneh, mereka akan melaporkannya. Diam-diam
mereka keluar lewat jalan rahasia, mendatangi rumah Josh (setelah membobol data
penduduk Roseville, tentu).
Salah satu kelas Operasi Rahasia,
Ilmu Sampah, langsung mereka praktikkan (diam-diam pula). Saat Pelajaran
Mengemudi, Bex dan Liz membuat “insiden” sehingga mereka sampai ke depan rumah
Josh, lalu mengambil kantung sampahnya (menukar dengan kantung yang telah
disiapkan).
“Segala hal yang disentuh seseorang memberi tahu kita sesuatu—potongan-potongan puzzle kehidupan mereka.” –Joe Solomon
Walaupun mereka genius, tak semua
sampah itu bisa diartikan. Akhirnya mereka harus membocorkan ini pada Macey dan
minta bantuan soal surat cinta dari DeeDee.
Cammie dan Josh semakin dekat.
Tentu, Josh tidak benar-benar mengenalnya. Josh mengenal legenda Cammie, alias profil samaran. Kencan demi kencan mereka
jalani. Hingga Cammie seakan mengorbankan teman serta ibunya.
“Karena aku nggak melihat apa yang begitu spesial tentangnya sampai-sampai kau mau mengambil risiko kehilangan semua hal yang sudah kaumiliki.” –Macey
***
Buku Gallagher Girls ditulis
dengan sudut pandang Cammie sebagai orang pertama. Bahkan dikatakan Cammie
menulis ini untuk latihan ketika menulis laporan. Beberapa kali juga disisipi
potongan pendek “Ringkasan Pengintaian”, seperti laporan sesungguhnya.
Bahasanya mengalir, rata-rata dalam kalimat panjang (karena Cammie sering
menjelaskan banyak hal lain yang berhubungan dengan inti kalimat).
Ini memang tentang mata-mata,
tapi masalah yang tokohnya hadapi juga tak beda dengan remaja kebanyakan sehingga
tetap terasa dekat. Seperti sahabat, keluarga, tugas dan ujian, cinta, serta
jati diri.
Pengisahannya sungguh runut. Ally
Carter piawai dalam menyusun jalan cerita. Kejadian satu berakibat kejadian
lain. Kejadian tersebut kemudian menjadi sebab kejadian selanjutnya. Dan di
sana, muncul pula twist-twist kecil
yang menarik.
1. Penunjukan tiga sahabat sebagai pembuntut Smith di karnaval oleh Solomon agak kurang penjelasan. Tiba-tiba saja? Lalu pelajar lain hanya menonton dari van! Ketinggalan serunya, dong.
2. Saat Pelajaran Mengemudi pertama, Macey ikut bersama teman sekamarnya. Kali kedua (tiga sahabat sekalian mengambil sampah Josh), kenapa Macey tidak ada?
Membaca novel remaja (calon)
mata-mata tentu berarti kita disuguhi pelajaran soal menjadi mata-mata. Dan,
sangat menarik! Berikut diantaranya:
1. “Ada tiga tipe subjek yang paling sulit diawasi. Orang-orang yang terlatih. Orang-orang yang curiga bahwa mereka mungkin diikuti. Dan orang-orang yang kau kenal.”
2. “Seniman jalanan asli nggak bersembunyi—mereka membaur.”
3. “Orang-orang nggak melihat hal-hal secepat mereka melihat gerakan, jadi saat Profesor Smith menoleh, aku sama sekali tak bergerak. Saat dia bergerak, aku menunggu lima detik, kemudian mengikuti.”
4. “Pada siang hari aku bisa melihat ribuan tempat bersembunyi (di Roseville) sehingga seorang cewek bisa berkeliaran tanpa terlihat. Aku mengenali gang-gang dan jalan-jalan kecil yang bisa jadi jalan pintas yang sangat bagus.”
5. “Bersikap logislah—percayai nalurimu. Ikuti protokol—berimprovisasilah. Jangan biarkan dirimu lengah—selalu tenang.”
6. Dari sampah seseorang kita bisa mendapatkan informasi; dia menghabiskan uang untuk apa, minum pil jenis apa, seberapa sayang pada hewan peliharannya, dan lain-lain.
7. “ ... ingat bahwa melakukan penyamaran mendalam tidak berarti kita mendekati Subjek. Itu berarti menempatkan dirimu di dalam posisi agar Subjek yang mendekatimu.”
8. “ ... mata-mata yang baik selalu memvariasikan rutinitasnya.”
Selain itu, ada pula pelajaran mengenai kehidupan yang dapat dipetik:
1. “Yakinlah bahwa kalian tidak akan diberi tantangan ini jika kalian tidak mampu mengatasinya.”
2. “Tapi hal paling sinting adalah Liz mencatat semua penjelasan itu. Liz kan punya memori fotografis!”
3. “ ... aku memberi tahu diri sendiri bahwa aku melakukan apa yang menjadi tujuanku diciptakan.”
Begitulah.
Setelah menutup buku ini, rasanya
ingin segera melanjutkan ke buku dua (cetakan ulang-cover barunya juga sudah
diterbitkan GPU, hingga buku empat. Dengar-dengar buku lima akan terbit
Desember 2016!).
Perasaan lainnya? Jika agak dilebihkan:
Sumpah, aku mau banget jadi mata-mata! (seperti judul buku dua)